Berandamedia.com – Dalam program Jakarta Night Talk yang dipandu oleh Mutiara L. Purba, budayawan Hilmar Farid hadir sebagai tamu untuk membahas prospek budaya Jakarta di bawah kepemimpinan Pramono Anung dan Rano Karno.
Dengan latar belakang mereka yang kuat dalam politik dan seni, keduanya dianggap memiliki peluang besar untuk menjadikan budaya sebagai bagian integral dari kehidupan warga Jakarta.
Hilmar Farid memulai diskusi dengan menyoroti posisi strategis Jakarta sebagai pusat budaya nasional. Menurutnya, di tengah modernisasi yang pesat, budaya Jakarta membutuhkan perhatian serius agar tetap relevan dan menjadi identitas kota.
“Kepemimpinan Pramono Anung dan Rano Karno bisa menjadi momentum untuk membawa budaya ke level yang lebih tinggi. Rano Karno, khususnya, dengan pengalaman panjang di dunia seni, punya pemahaman mendalam tentang pentingnya budaya dalam membangun karakter masyarakat,” ujar Hilmar.
Hilmar menekankan bahwa budaya tidak bisa hanya menjadi agenda seremonial atau festival sesaat. Ia berharap Pramono dan Rano membawa pendekatan yang lebih strategis, seperti memperbanyak ruang publik kreatif dan mendukung komunitas seni.
“Jakarta adalah rumah bagi banyak budaya, dari tradisional seperti Betawi hingga seni urban yang berkembang pesat. Tantangannya adalah bagaimana memberikan ruang bagi semua ekspresi budaya ini untuk tumbuh, tanpa kehilangan akarnya,” katanya.
Hilmar juga mengapresiasi langkah awal kepemimpinan Pramono dan Rano yang berencana membangun lebih banyak ruang kreatif untuk seniman.
“Ruang-ruang seperti ini bukan hanya tempat berkarya, tetapi juga menjadi titik temu masyarakat untuk berinteraksi dengan budaya. Ini penting untuk menjadikan budaya bagian dari kehidupan sehari-hari,” tambahnya.
Dalam diskusi, Hilmar juga menyoroti pentingnya peran pemimpin sebagai simbol budaya. Menurutnya, Pramono dan Rano bisa menjadi contoh bagaimana pemimpin mendukung dan menghidupkan budaya, bukan sekadar sebagai kebijakan administratif, tetapi sebagai nilai yang melekat dalam kepemimpinan mereka.
“Kalau budaya diprioritaskan, itu akan terlihat dari cara pemimpin bertindak. Mulai dari kebijakan yang dibuat hingga cara mereka melibatkan masyarakat dalam pelestarian budaya,” ungkap Hilmar.
Sebagai penutup, Hilmar menyampaikan harapannya untuk masa depan budaya Jakarta. Ia menekankan bahwa keberhasilan budaya di Jakarta tidak hanya bergantung pada pemerintah, tetapi juga kolaborasi dengan komunitas seni dan masyarakat luas.
“Budaya adalah refleksi kita sebagai masyarakat. Kalau Jakarta ingin menjadi kota berkelas dunia, itu tidak bisa hanya dilihat dari infrastruktur fisik, tetapi juga dari seberapa kaya budaya dan tradisinya,” pungkasnya.
Melalui program Jakarta Night Talk, diskusi ini membuka wawasan tentang pentingnya budaya sebagai elemen utama dalam pembangunan kota. Dengan kolaborasi antara pemerintah, seniman, dan masyarakat, Jakarta berpotensi menjadi kota yang tidak hanya modern, tetapi juga kaya akan nilai budaya. (*)
0 Komentar :
Belum ada komentar.