Berandamedia.com - Sistem pertahanan udara Iron Dome milik Israel selama ini dikenal tangguh. Ia berhasil mencegat ribuan roket dari Gaza dan Lebanon selama bertahun-tahun.
Namun pada serangan Iran beberapa waktu lalu, muncul fakta bahwa ada rudal yang berhasil menembus sistem pertahanan tersebut. Pertanyaannya: kenapa sistem sekuat Iron Dome bisa jebol?
Perlu dipahami bahwa Iron Dome dirancang untuk tujuan khusus. Ia dibuat untuk menghadapi roket jarak pendek—biasanya yang ditembakkan oleh Hamas atau Hizbullah dari jarak 4 hingga 70 kilometer.
Sistem ini bekerja dengan melacak dan mencegat roket yang diprediksi akan jatuh di area berpenghuni.
Kalau roketnya akan jatuh di tempat kosong, Iron Dome justru membiarkannya karena mencegat rudal juga mahal.
Masalahnya, serangan Iran bukan serangan roket biasa. Iran meluncurkan rudal balistik yang kecepatannya bisa berkali-kali kecepatan suara dan terbang jauh lebih tinggi sebelum jatuh dengan kecepatan mematikan. Iron Dome sebenarnya tidak didesain untuk ancaman seperti ini.
Rudal balistik seperti Zolfaghar atau Kheibar misalnya, bisa meluncur sampai ratusan kilometer, naik ke luar atmosfer, lalu jatuh menukik dalam hitungan detik.
Untuk menghadapi ancaman seperti ini, Israel sebenarnya punya sistem pertahanan lain seperti Arrow-2 dan Arrow-3, atau David’s Sling, yang memang dibuat untuk menangani rudal jarak menengah dan jauh.
Namun dalam praktiknya, tidak ada sistem pertahanan yang benar-benar kebal. Iran dan proksi-proksinya tampaknya menyusun strategi serangan massal dengan meluncurkan ratusan rudal dan drone dari berbagai arah dan jenis, yang secara efektif membuat sistem pertahanan lawan kewalahan.
Ini adalah bentuk evolusi dalam perang modern—ketika jumlah, kecepatan, dan arah serangan dikombinasikan untuk mengecoh dan membebani sistem deteksi dan respons.
Di sisi lain, kegagalan mencegat seluruh rudal bukan sekadar soal teknis, tetapi juga mencerminkan batasan strategi militer yang bergantung pada sistem berbasis teknologi tinggi.
Ketika teknologi pertahanan dibenturkan dengan kreativitas dan skala serangan besar-besaran, hasilnya sering kali tak seideal yang diklaim.
Apa yang terjadi bukan hanya soal rudal yang menembus perisai, tetapi juga soal pesan bahwa dominasi udara bukanlah jaminan kekebalan. Dalam perang, kerentanan tetap ada—meski dibungkus teknologi tercanggih sekali pun. (*)
0 Komentar :
Belum ada komentar.